Andai


Terkadang ingin sekali saya berjalan melintasi waktu kembali ke masa lalu. Kembali dipersimpangan takdir “Um, saya harus pilih jalan yang mana?”. Terlepas dari mensyukuri atau tidak, saya ingin tau, apakah yang terjadi jika saya memilih jalan takdir yang satu dan lainnya. Mungkinkah lebih baik atau malah sengsara.
Entah mungkin saya sedang jatuh di jalan ini atau tidak, tiba-tiba saja terlintas pikiran “seharusnya aku memilih jalan yang lain”. Namun, ketika saya sedang baik, yang terlintas itu “untung saja aku memilih jalan ini”.
Melalui kedua hal ini saya sadari, bahwa sekuat apapun saya, saya tetap manusia. Manusia yang tidak pernah puas. Manusia yang tetap condong untuk berada dalam kebahagiaan, atau kemungkinan yang terburuk adalah saya memang haus akan kebahagiaan.


Saat ini, saya melihat mereka yang memilih jalan lain memiliki goresan senyuman yang lebih indah di wajah mereka. Sempat terpikir, “Ah, seharusnya aku juga bisa senyum seperti itu. Hidupku yang dulu padahal sudah indah”. Namun, saya menyadari satu hal. Rencana Tuhan memang selalu lebih indah. Mungkin jika di jalan lain, saya bisa memiliki senyuman indah di wajah, tapi di jalan ini, saya bahkan bisa membuat ukiran senyuman yang begitu indah di wajah orang-orang. Memang ya, membuat bahagia orang lain itu memiliki arti sendiri.


Refleksi diri saya terhadap hal ini dan itu…
Saya memang sangat berusaha mengukir senyuman di wajah orang lain.
Tapi, saya melupakan untuk mengukir senyuman di wajah saya sendiri.
Secara tak sadar, saya sudah mengorbankan diri saya sendiri untuk orang lain.
Secara tak sadar, saya tidak menuntaskan hak diri pribadi ini, melanggar HAM diri sendiri.

So far, saya masih bisa bertahan dengan kondisi ini.
But, Am I Okay Here? It’s been like this so long.

Alhamdulillaah wa asykurullaah 🙂 

Leave a comment